Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah. Masuk kedalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.
Golden Sunrise
|
Suasana Golden Sunrise Dieng dari Bukit Paku Waja (foto by Eddy Pasaribu) |
Salah satu kunjungan wisata ke Dieng adalah menyaksikan GOLDEN SUNRISE (matahari terbit dengan spektrum warna yang menakjubkan).
Golden Sunrise DIENG sebuah cahaya keemasan yang sangat memukau saat matahari terbit. Fenomena alam ini memancarkan sinar yang spektakuler, dan jarang sekali dijumpai di tempat lain.
Soal sunrise Dataran Tinggi Dieng memang jawaranya. Wisatawan dapat menikmatinya melalui Bukit Sikunir atau Bukit Paku Waja.
Untuk menyaksikan golden sunrise Dieng, wisatawan harus berada di lokasi sebelum matahari terbit, antara jam 04.00 atau 05.00 pagi.
Karena udaranya yang sangat dingin - bisa mencapai O (nol) derajat, maka disarankan kepada Anda untuk melengkapi pakaian penahan dingin seperti mantel, sarung tangan, dan sepatu gunung.
Akses menuju ke Dataran Tinggi Dieng lebih mudah jika ditempuh dari Kota Wonosobo, karena jalannya dapat dilalui kendaraan bermotor. Tetapi jika Anda berencana membawa kendaraan pribadi, jangan lupa untuk memastikan bahwa kendaraan Anda dalam keadaan baik. Hal ini disebabkan medan jalan yang akan dilalui cukup berliku dan menanjak. Tak jarang di tepi kanan atau kiri jalan bersebelahan dengan jurang yang dalam.
Namun bila ingin naik kendaraan umum, Anda bisa berangkat dari terminal kota Wonosobo dan menempuh jarak kira-kira 25 km dengan waktu tempuh antara 45 menit sampai sekitar 1 jam.
Banyak tempat penginapan disini dengan biaya terjangkau, antara Rp.150.000,- sampai Rp.200.000,- per malam. Penginapan itu sejenis
homestay yakni berupa penginapan sederhana di sekitar desa Kejajar. Jika tujuan Anda kesini untuk menyaksikan
sunrise, maka pemilik penginapan dapat Anda minta untuk membangunkan Anda dipagi hari sekitar jam 04.00. Karena jaraknya yang lumayan jauh berjalan kaki menaiki bukit, maka saran terbaik untuk bangun dari tidur Anda adalah pada jam tersebut.
Candi Arjuna
Setelah menyaksikan
golden sunrise, Anda dapat melanjutkan kunjungan ke kawasan Candi Arjuna, yakni sebuah kompleks candi Hindu peninggalan abad ke-7-8 yang dibangun pada tahun 809. Merupakan salah satu dari delapan candi yang ada di Dieng. Ketujuh candi lainnya adalah Semar, Gatotkaca, Puntadewa, Srikandi, Sembadra, Bima dan Dwarawati.
Menurut cerita yang beredar di masyarakat, pada abad ke-7 Masehi ada seorang putri bernama Dewi Sima. Ia adalah keturunan Dinasti Sanjaya yang memerintah Kerajaan Kalingga, dengan gelar Ratu Sima. Kerajaan ini dikenal sebagai kerajaan yang bernafaskan Hindu.
Pada masa pemerintahannya, Ratu Sima mendirikan candi-candi yang ada di tempat ini sebagai bentuk pemujaan.
Ratu Sima tidak hanya mendirikan satu kompleks Candi. Tetapi ia juga mendirikan beberapa candi lain, di antaranya Candi Gatotkaca yang terletak di bukit Pangonan, Candi Dwarawati yang berada di kaki Gunung Prahu, dan Candi Bima yang merupakan candi terbesar di kawasan wisata Dieng Plateu.
Mata Air Tuk Bimalukar
Di kawasan wisata ini juga terdapat sebuah mata air yang terkenal sebagai sumber mata air Sungai Serayu. Mata air itu bernama Tuk Bimalukar. “Tuk” berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang artinya mata air. Sedangkan “bimalukar” diambil dari mitos yang beredar di daerah ini. Para penduduk yakin bahwa mata air ini berasal dari air kencing Bhima Sena (tokoh pandawa dalam pewayangan) yang sedang berlomba dengan para Kurawa untuk membuat sungai. Pada saat ia membuka pakaiannya, Bhima Sena melihat perempuan cantik yang mengganggunya dan ia berkata “sira ayu” (dalam bahasa indonesia mempunyai arti “kamu cantik”). Setelah itu, air kencing Bhima Sena menjadi sebuah mata air dan menjadi sumber dari Sungai Serayu (nama Serayu berasal dari kata “sira ayu” yang diucapkannya). Menurut kepercayaan penduduk, air yang berasal dari Tuk Bimalukar bisa menyebabkan awet muda.
Telaga Warna
Setelah puas menikmati hijaunya lingkungan Candi Arjuna dan Mata Air Bima, sempatkan juga Anda mengunjungi
Telaga Warna. Ini adalah wisata danau di dataran tinggi Dieng yang tidak kalah menariknya dengan “Lake Blue” yang terdapat di Australia, danau Mazama yang terletak di Amerika, Quilotoa di Ekuador, ataupun danau di Mount Kamai di Alaska. [ed]