Selasa, 30 April 2013

Surat Terbuka Untuk Anakku

Anakku... 

Saat aku tua nanti, aku berharap kamu mengerti dan bersabar menghadapiku. Saat tanpa sengaja memecahkan piring atau menumpahkan sup karena mataku yang sudah rabun, aku harap kamu tidak menghardikku, karena orang tua cenderung sensitif. Aku seperti mengasihani diriku sendiri saat engkau berteriak karena pendengaranku yang mulai buruk dan tidak mendengar apa yang kau katakan. Aku harap engkau mau mengulanginya atau menuliskannya, anakku.

Aku semakin tua dan lututku semakin lemah. Aku harap kau bersabar untuk membimbingku, sama seperti saat kau kecil ketika engkau belajar berjalan. Pahamilah aku yang selalu merasa seperti benda yang rusak. Aku berharap cobalah untuk mendengarkanku. Janganlah mengolok-olokku dan merasa muak mendengarkanku. Kamu ingat saat kamu kecil dan menginginkan balon? kamu terus merengek sampai kamu mendapatkannya. 

Juga pahamilah bau tubuhku sebagai orang yang sudah tua. Jangan paksa aku untuk segera membersihkan diri. Badanku lemah. Orang tua rentan sakit saat mereka kedinginan. Aku berharap engkau tidak merasa jijik. Apakah kamu ingat waktu kamu kecil? aku harus mengejar-ngejarmu karena kamu tidak mau mandi. Aku harap engkau juga bersabar seandainya aku menyusahkan karena ke-uzuranku. Kaupun akan merasakannya saat kau tua nanti.

Seandainya kau punya waktu, aku berharap engkau menyempatkan waktumu untuk berbincang-bincang walau hanya beberapa menit denganku, karena tidak ada lagi yang mengajakku berbicara. Aku sadar engkau orang yag sibuk dengan pekerjaanmu. Walaupun engkau tidak tertarik dengan ceritaku, aku mohon sempatkanlah waktumu untukku. Apakah kau masih ingat saat kau kecil? aku selalu siap mendengarkan ceritamu tentang boneka teddy bear-mu, atau tentang nakalnya teman-temanmu di kelas sekolahmu. 

Bila tiba masanya aku mulai sakit-sakitan dan harus berbaring di tempat tidur, aku berharap engkau bersabar untuk merawatku. Maafkan bila aku tanpa sadar membasahi tempat tidur atau membuatnya berantakan. Sabarlah kau menghadapiku di sisa-sisa hidupku. 

Saat tiba datang kematianku, aku berharap engkau genggam tanganku dan memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapi kematianku. Jangan khawatir, saat aku bertemu dengan penciptaku, aku akan bisikkan ditelingaNya bahwa engkau sangat mencintai dan peduli dengan ayah dan ibumu. 

Dengan segenap cinta: Ayah dan Ibumu.

Sumber: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar